Welcome to My Blog.. Whoever are you.. You're so special.. Because everyone is no. 1.. So don't forget to smile today ^__^ Jiayou.. ^^V
RSS

30.8.10

Kembalikan Tangan Ita

Sepasang suami istri seperti pasangan lain di kota-kota besar, meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah semasa keluar bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Bersendirian di rumah, dia kerap dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja bermain di luar, tetapi pintu pagar tetap dikunci. Bermainlah dia di sana, berayun-ayun di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga raya, bunga kertas, dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya. Hari itu bapak dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena macet ada perayaan Thaipusam. Setelah yang sebelah kanan penuh coretan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.

Pulang petang itu, terkejut pasangan itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan “Tak tahu...!" "Kamu di rumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?", hardik si istri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata, "Ita yang membuat itu ayahhh… cantik kan!", katanya sambil memeluk ayahnya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.

Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa?. Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya. Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu.

Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya.

Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam...", jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap", kata majikannya itu.

Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan…", katanya mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena luka yang terjadi sudah terlalu parah. "Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya, kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah", kata dokter.

Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan uraian air mata istrinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.

Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.

Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. Ibu.. Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang ayah, sayang ibu", katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya.

"Ita juga sayang Kak Narti", katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat gadis dari Surabaya itu meraung histeris. "Ayah.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa ambil.. Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang. Serasa lepas jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya..


Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment