Pertemuan Anthony dengan Mr. Beltse yang terakhir telah lewat beberapa tahun. Kuliah, pacaran, bekerja, hal-hal tersebut telah menyita banyak waktu Anthony. Di dalam kehidupan yang sangat sibuk ini, Anthony bahkan tidak sempat memikirkan kenangannya di masa lalu, bahkan tidak ada waktu menemani anak dan istrinya. Dia berjuang dengan segenap tenaga demi masa depannya sendiri, semua masalah yang lain bagi Anthony nampaknya tidak ada yang penting lagi.
Kemarin, Ibu Anthony menelepon, dan berkata, "Kemarin malam Mr. Beltse telah meninggal dunia, pemakamannya ditetapkan pada hari Rabu dalam minggu ini." Anthony hanya bisa duduk terkesiap, pikirannya langsung terbawa ke dalam kenangan masa lalu. Kenangan di masa kanak-kanaknya terbesit satu demi satu dalam pikirannya bagaikan adegan film.
"Tony, apakah kamu masih mendengarkan?"
"Ya Ma, saya masih mendengarkan. Sudah sangat lama sekali tidak pernah memikirkan dia. Dalam hati saya agak tidak nyaman, saya mengira beberapa tahun yang lalu dia sudah tiada," kata Anthony.
"Dia selalu ingat dirimu. Setiap kali Ibu berjumpa dengan Mr. Beltse, dia selalu menanyakan keadaanmu. Dia masih teringat jelas hari-hari ketika dulu kamu bermain ke rumah lamanya," lanjut ibunya.
"Oh, rumah lama itu. Saya senang sekali pergi bermain ke sana," kata Anthony.
"Tony, semenjak ayahmu meninggal dunia, Mr. Beltse berinisiatif merawat dirimu, dia tidak menginginkan kelak di dalam kehidupanmu kamu akan kehilangan figur seorang ayah," kata ibunya.
Walaupun sesibuk apa pun pekerjaan Anthony, dia memutuskan untuk menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya. Pemakaman Mr. Beltse sederhana dan damai. Dia tidak memiliki sanak keluarga, kebanyakan familinya yang lain sudah lama meninggal.
Pada malam itu, sebelum mereka pulang, Anthony bersama ibunya mampir melihat rumah lama tetangganya itu. Anthony berdiri di depan pintu, diam-diam merenung untuk sejenak. Dia merasakan bahwa dirinya serasa melintasi ruang waktu, dan telah pergi ke dunia yang lain. Setelah berjalan masuk ke rumah, dia merasa setiap derap langkahnya telah membuat dia terkenang kembali akan hari-hari di masa kecilnya yang tanpa kesusahan dan kerisauan. Setiap lukisan, setiap sudut yang berada di sini, sangat ia kenali, tiba-tiba, Anthony menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" Ibunya bertanya.
"Kotaknya telah tiada," dia menjawab.
"Kotak apa?" tanya ibu.
"Mr. Beltse memiliki sebuah kotak emas yang dikunci, dia selalu meletakkannya di atas meja. Saya telah beberapa kali menanyakan isi yang ada di dalam kotak itu, dia hanya memberitahukan saya bahwa di dalam kotak itu tersimpan barang yang paling dihargai."
Anthony berkata, "Saya selama ini juga tidak mengetahui, barang apa yang paling dihargai olehnya", Anthony merasa agak menyesal.
Kira-kira dua minggu setelah Mr. Beltse meninggal dunia, saat Anthony sedang bekerja di kantor, dia menerima kiriman sebuah paket tercatat. Nama si pengirim telah menimbulkan perhatiannya, tepatnya adalah "Mr. Hallod Beltse".
Anthony segera membuka kiriman tercatat itu, dan menemukan di dalamnya ada satu kotak berwarna emas, beserta sebuah kunci dan secarik kertas. Dengan kedua tangan bergemetaran, dia membaca tulisannya satu kata demi satu kata.
"Setelah saya meninggal, tolong sampaikan kotak tersebut bersama isi barang di dalamnya kepada Anthony Blake Burton. Barang tersebut adalah barang yang paling saya hargai seumur hidupku."
Detak jantung dari Anthony mendadak menjadi cepat, air mata bercucuran keluar dari mata. Dengan sangat hati-hati dia buka kotak itu, di dalam kotak itu terdapat sebuah arloji saku emas yang sangat indah. Jari tangan Anthony dengan perlahan menyentuh permukaan tutup arloji, tutup itu dibuka, di dalamnya terdapat satu baris tulisan, "Tony, terima kasih atas waktumu, Hallod Beltse."
"Benda yang paling dia hargai...adalah waktuku!" Dengan termenung Anthony memandangi arloji saku yang berada dalam tangannya, mendadak sepertinya dia teringat dengan sesuatu. Dia memanggil asistennya, lalu berpesan kepada asistennya untuk membatalkan jadwal kerja selama tiga hari.
"Mengapa?" tanya Jenny asistennya dengan nada heran.
"Ada urusan penting! Saya harus meluangkan waktu untuk menemani keluarga," dia berkata. "Oh, iya, Jenny...terima kasih atas waktu Anda!" .
0 komentar:
Post a Comment